2010-06-10

Ada kelaparan di Ciamis

Kita bisa tak percaya bahwa di Ciamis sebagai salah satu kabupaten berbasis pertanian yang maju ternyata masih ada keluarga-keluarga yang tak bisa memberikan makanan cukup dan sehat kepada anak-anak mereka.

Berita di bawah ini mungkin bisa kita anggap biasa-biasa saja. Tapi pada hemat kami, laporan insiden gizi terhadap anak-anak tergolong langka di Ciamis. Tapi kasus kedua anak ini toh terjadi dan wajib menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa kemiskinan tetap mengancam keadaan pedesaan di Ciamis.


Dua Bayi di Ciamis Derita Gizi Buruk
Rabu, 02 Juni 2010

TEMPO Interaktif, Ciamis
- Dua anak kecil masing-masing Hasanah, 10 tahun, warga Cijeungjing, serta Asep, 32 hari, warga Mekarjaya Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terdeteksi menderita gizi buruk. Hingga kini keduanya masih di rumah sakit dalam pengawasan tim kesehatan rumah sakit daerah Kabupaten Ciamis.


Yeyen Maskamah, 42 tahun, ibu kandung Hasanah, Rabu (2/6), mengatakan anaknya sejak lama telah memiliki masalah gizi buruk. Kondisi dirinya yang seorang diri usai ditinggalkan suaminya 10 tahun lalu dengan ekonomi yang pas-pasan menjadi beban tersendiri bagi Hasanah.

Hingga kini Hasanah baru dua kali dibawa ke rumah sakit untuk diberi perawatan. Sebagai kuli serabutan dengan penghasilan Rp 15 rupiah per hari, Yeyen mengaku sulit memberi asupan yang cukup untuk Hasanah.

“Memang sejak lama anak saya sudah terkena,” ujarnya. “Namun bagaimana lagi saya hanya seorang diri tidak memiliki dana untuk mengobatinya,”.

Kini di usia yang menginjak 10 tahun, Hasanah hanya memiliki berat badan 7 kilogram dengan tinggi hanya 85 sentimeter. Bahkan berat tubuhnya nyaris tanpa daging saat pertama kali dibawa ke rumah sakit 13 hari yang lalu yang hanya 3 kilogram.

“Beratnya Alhamdulillah terus bertambah,” ujar Yeyen. “Pihak rumah sakit terus memberinya dengan susu berkualitas.”

Ia berharap anak bungsu dari dua bersaudara ini bisa hidup normal layaknya teman seangkatannya yang kini telah menginjak sekolah dasar. Sehingga ia berupaya dengan kartu jaminan kesehatan masyarakat miskin yang dimilikinya bisa lebih lama tinggal di rumah sakit hingga anaknya benar-benar tumbuh sehat.

Kania, salah seorang petugas jaga, saat dimintai penjelasannya mengatakan kedua anak itu memang memiliki kendala gizi buruk. Kondisi ekonomi yang kurang serta minimnya perawatan kesehatan menjadi sebab terjangkitnya gizi buruk bagi kedua balita tersebut. “Secara ekonomi memang kurang mampu,” ujarnya.

Untuk menutupi kebutuhan asupan gizi bagi Hanasah, ujar Kania, lembaganya terus memberikan perawatan khusus dengan memberikan makanan yang bergizi termasuk pemberian susu fifty junior yang harganya bisa mencapai Rp 500 ribu per kalengnya. Harapannya agar kondisi Hasanah kembali pulih sesuai dengan potensi tubunya.

“Kita pacu terus dengan pemberian susu fifty junior,” ujarnya. “Satu hari kita bisa berikan lima kali untu Hasanah,”.

Sementara itu, Asep, 32 hari, balita gizi buruk lainnya hingga kini masih dalam perwatan tabung inkubator karena kondisi tubuhnya yang lemah. Tidak ada penjelasan yang bisa dimuat sebab pihak keluarga pada saat Tempo ke lokasi tidak ada ditempat.

JAYADI SUPRIADIN

1 komentar:

sujito mengatakan...

ya memang kita harus prihatin dengan kemiskinan yg ada.mari kita sama-sama cari solusi yg terbaik