2007-06-13

Teddy Rahman Tomansa: Dari Rocker Jadi Guru Anak Petani Miskin

SUDAH setahun belakangan ini SMP Plus Assururon ketambahan satu orang pendamping lagi. Kali ini, sama dengan pendahulu yang sampai sekarang terus bertahan, yaitu pak guru Ridwan “Ince” Syaifullah, mantan rocker dari Garut, Jawa Barat. Teddy Rahman Tomansa, lahir 1975 (Caption foto: Teddy [kiri] dan Ince [kanan]).

Sebenarnya sampai sekarang pak guru Teddy ini masih tetap bertahan menjadi rocker freelance, berbasis di kota Garut. Tapi persahabatannya yang berlangsung lama dengan Ince sewaktu ramai-ramainya ngerock tahun 1990an “mempertobatkannya” jadi pendamping para murid Assururon.

Ince sendiri tidak serta-merta mendapatkan kembali sobat karibnya yang sembari ngerock secara non-komersial bergulat menghidupi dirinya dan keluarganya dengan berbagai usaha itu, termasuk jadi sopir seorang kiai dan bisnis cetak-mencetak skala kecil. Ince membujuk dan merayu Teddy dengan berbagai macam cara. Bagaimana strategi Ince merayu Teddy?

Salah satunya adalah mengundang dan meminta Teddy untuk menyanyi “satu lagu saja” untuk anak-anak dalam acara pesta kelulusan di desa yang jauhnya sampai 25 kilometer menanjak di lereng gunung Papandayan, Jawa Barat ini. Tapi kemudian Ince memintanya juga untuk mengurusi lima buah komputer (hanya empat yang berfungsi) untuk kegiatan belajar anak-anak Assururon. Teddy tertegun dan tidak bisa mengatakan tidak. Inilah hebatnya karisma Ince. Bukan sahabat sembarang sobat. Dan masih banyak cara lain yang ditempuh Ince untuk membuat Teddy tetap bertahan.

Sekarang Teddy untuk dipasrahi mengajar selama dua hari dari seminggu. Padahal dalam hati Teddy, ia merasa punya latar belakang pendidikan dan pengalaman jadi guru di mana pun tidak pernah .. Atas dasar apa saya berhak jadi guru, kata dan tanyanya terus-menerus di dalam hati. Tapi tekadnya dan persahabatannya serta usikan hati yang terus bergema dalam hatinya barangkali yang membuatnya bertahan jadi pendamping di sekolah petani miskin ini.

Teddy sendiri “mendapatkan” gadai sepeda motor “gratis” dari rekan kerjanya di Garut. Dan dapatan sepeda motor itu dipandangnya sebagai berkah dari Atas yang mendorongnya tetap bertahan jadi guru dan mengelola kegiatan usaha “Saunggawe”, terutama dari kalangan para guru di sekolah rakyat ini.

“Saya belum tentu bisa bertahan di sini.” Inilah pengakuan jujurnya setelah mengenal lebih dalam lagi prinsip kesukarelaan dan perjuangan yang ditempuh para pendamping di Assururon. Prinsip "sukarela" inilah yang justru secara khusus telah menjamin keutuhan dari pembentukan sekolah ini secara terus-menerus, tak terkecuali jatuh bangun, datang pergi, hadir dan mangkirnya para pendamping anak-anak murid Assururon. Selamat Ted! Terus berjuang demi "kemerdekaan" itu!

0 komentar: