2009-02-20

Pertanian Alami 'Rishi-Kheti' di India

Oleh Partap C Aggarwal
Sumber: satavic.org/rishikheti


Hampir selama delapan tahun, sejak 1979 sampai 1987, keluarga saya dan saya sendiri tinggal dan bekerja di sebuah kampung yang terdiri dari 15 keluarga di dekat sebuah desa kecil bernama Rasulia di provinsi Madhya Pradesh, India.

Komunitas di mana kami tinggal dikenal dengan sebutan ‘Pusat Teman-teman Desa’. Didirikan satu abad yang lalu sebagai sebuah pusat pelatihan untuk anak-anak miskin. Selama berpuluh-puluh tahun cara kerjanya telah berubah bersamaan dengan munculnya pekerja-pekerja baru dan bersamaan dengan berubahnya keadaan lingkungan sosial ekonomi.

Sekarang pusat pelatihan ini menghadapi tiga permasalahan: (1) proses kerusakan tanah dan lingkungan alam yang berlangsung sangat cepat; (2) proses pemiskinan yang terus menjadi lebih parah yang melanda penduduk desa kami; dan (3) tak pedulinya kelompok masyarakat atas yang jumlahnya sedikit tapi memiliki banyak sekali hak istimewa. Kami yakin ketiga hal itu saling terkait satu sama lain, dan berakar pada gaya hidup masyarakat kota industri yang telah lama melanda negeri kami yang belakangan ini terus menyerang bagaikan badai.

Menghadapi kemunduran yang terus berlangsung ini, komunitas kami akhirnya mengambil sikap bahwa pergeseran yang memprihatinkan ini haruslah segera dihentikan. Tak ada pilihan lain, kecuali rasa wajib untuk memadukan kekuatan untuk mewujudkan suatu alternatif yang sehat dan menyemangati kehidupan kami. Warga kampung sepakat untuk menyelesaikan masalah ini. Kami sepakat memutuskan untuk mengubah gaya hidup kami, supaya kami tetap sadar tentang apa yang akan terjadi dengan kehidupan alternatif yang kami jalani.

Masalah kesehatan tanah dan nasib petani kecil mendesak kami melakukan perubahan drastis dalam praktik bertani. Secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, akhirnya kami sampai dekat dengan apa yang disebut ‘pertanian alami’, yang dipelopori oleh Masanobu Fukuoka. Di daerah Rasulia kami menyebutnya ‘rishi kheti’ (pertanian bijaksana). Pertanian alami idealnya adalah suatu bentuk pencarian untuk mewujudnyatakan kesatuan antara tanah, tanaman dan binatang, termasuk diri kita sendiri.

Orang-orang kaya di kota kami memiliki kekaguman tak sehat terhadap gagasan-gagasan dan barang-barang asing, tetapi masyarakat desa biasanya bersikap skeptis. Maka penting menekankan kepada saudara-saudara kami di desa bahwa ‘pertanian alami’ ini bukanlah diimpor dari Jepang sebagai suatu barang asing. Tapi menekankan bahwa cara-cara bertani yang sama sesungguhnya telah lama dipraktikkan dalam kebudayaan kami selama ribuan tahun.

Para petani menganggap tanah sebagai seorang ‘ibu’. Dilarang membajak, karena banyak di antara mereka percaya bahwa membajak akan merusak tanah sehingga berubah menjadi pasir.

Para petani alami memandang buah-buahan, umbi-umbian dan susu adalah jenis-jenis makanan yang paling cocok untuk manusia. Padi, jelai dan millet ditanam dalam jumlah sedikit, dan digunakan sebagai persembahan di api pengorbanan desa. Sisa-sisa makanan dipandang sebagai makanan sakral atau disebut Prasad dan dimakan begitu saja.

Millet ---Pertanian Alami - Natural Farming


Jika kami memiliki pilihan, kami lebih suka sayuran-sayuran yang tidak dibudidayakan, bulir-buliran dan sayuran liar daripada sayuran yang dibudidayakan. Sapi-sapi kami pelihara dan kami besarkan dengan perhatian penuh dan dengan kasih sayang. Kami sediakan luasan lahan tanah untuk penggembalaan dengan cara sengaja membatasi secara ketat terhadap luasan tanah pertanian.

Sebagai langkah pertama dalam bertani secara rishi kheti di Rasulia, kami berhenti menggunakan pupuk-pupuk kimia dan racun-racun itu. Beberapa tanaman memprotes meskipun tak seberapa, tetapi kemudian tanaman-tanaman menerima perubahan ini. Dicoba menanam gandum hibrida dari Meksiko tapi tak bisa tumbuh tanpa bahan-bahan kimia. Kami menemukan bahwa keadaan yang serupa terjadi pada benih-benih yang direkayasa secara canggih. Ketika kami mencoba menemukan varietas gandum yang kuat, kami menemukan bahwa kebanyakan gandum itu sudah punah. Tapi untungnya, kami menemukan beberapa benih gandum yang cocok di Gujarat yang kerasan tumbuh di Rasulia.

Padi, di sisi lain, jauh lebih mampu menyesuaikan diri. Bahkan padi hibrida berjuluk Ratna mampu menyesuaikan diri dengan pupuk organik yang kami buat di Rasulia dan juga dengan pengolahan tanah yang sangat sedikit. Kami temukan, alasannya adalah bahwa India Tengah ternyata adalah tempat asal dari padi, dan tanaman padi ini merasa sangat kerasan di sini.

Kami juga mampu menemukan banyak varietas padi lain yang cocok. Hal ini juga tak mengherankan sebab ada Dr Richharia, ilmuwan pertanian tersohor, yang telah mengumpulkan dan mengelompokkan 20.000 varietas padi yang berbeda dari daerah ini saja.

Langkah kami berikutnya adalah menjual traktor. Semua orang di kampung kami merasa sangat khawatir, tetapi nyatanya kami tak pernah merasa kehilangan traktor itu. Semua kegiatan menggali dan membajak tentu saja tak dihentikan seketika, tetapi kami menguranginya secara drastis dan hanya menggunakan sapi dan alat bajak.

Tak lama kemudian kami mendapatkan pelajaran bahwa beberapa tanaman yang kuat seperti semanggi, kedelai dan padi bisa cepat tumbuh di atas tanah yang tidak diolah. Lebih dari itu kami juga menemukan bahwa tanaman-tanaman seperti semanggi dapat digunakan untuk menghilangkan yang disebut ‘gulma’. Pada akhirnya, kami mulai menggunakan semanggi untuk membersihkan lahan kami dan tidak lagi mencabutinya.

Setelah mulai pulih rasa percaya diri kami dalam bertani secara alami, kemudian kami mendedikasikan tiga setengah akre lahan yang paling tak produktif untuk memulai pertanian sama sekali tanpa mengolah tanah. Kami sungguh sangat terheran-heran, tanah itu justru sudah mulai pulih kesehatannya sejak tahun pertama kami memulainya. Secepat itu. Dua tahun kemudian, kami memperluas area lahan tanpa olah tanah menjadi enam akre.

Kami memang mengalami sedikit kesulitan menghadapi burung-burung yang mematuk benih-benih, perkecambahan benih yang rendah tingkatnya, adanya gulma yang sangat bandel, semua jenis penyakit dan hama tanaman dan cuaca yang kurang menguntungkan. Tapi semua masalah ini normal saja untuk semua jenis pertanian. Pada umumnya kami justru dapat terus memperbaiki cara-cara kami bertani, dan percobaan-percobaan kami terbukti sangat berhasil baik dari sisi teknis maupun dari sisi ekonomi.

Beberapa keberhasilan kami yang mencolok adalah: panen padi mencapai 20 kuintal per akre (catatan: rasio panen mendekati 5 ton per hektar; 1 akre = 4.047m2); suatu hasil panen yang lumayan tinggi dibanding semua jenis tanaman pangan lain kecuali gandum; total produksi lebih tinggi daripada sebelumnya dengan sistem dukungan kimia; tambahan keuntungan bersih yang kami dapatkan antara enam sampai delapan kali lipat; dan yang paling penting dari semuanya, perbaikan mendasar bagi kesehatan dan kesuburan lahan kami.

Areal lahan yang kami khususkan untuk percobaan bertani tanpa olah tanah itu semula sudah mandul karena lahan itu sudah terlalu letih. Empat tahun kemudian lahan-lahan itu jadi sehat dan produktif. Pada kenyataannya, kondisi semua lahan kami terpulihkan. Ini dapat dinilai dari hijau segarnya dedaunan tanda kesehatan tanaman-tanaman pangan; vegetasi alami tampak serasi dengan tanaman-tanaman itu. Itu tanda kembalinya cacing-cacing tanah. Tekstur tanah berubah jadi berongga-rongga pada bagian lapis teratas karena terdapat banyak humus di situ. Bahkan tumbuhan yang disebut kans, yang biasanya menjadi gulma bandel di area kami, kini sudah mengucapkan selamat tinggal.

Rumput kans di India.
Sumber:Pertanian Alami - Natural Farming


Penjelasannya sesungguhnya juga sederhana mengapa itu terjadi. Ketika kami berhasil mengendalikan erosi tanah, gulma-gulma merasa bosan tinggal di situ dan akhirnya pergi. Jadi jelas bagi kami bahwa fungsi utama dari gulma adalah mengendalikan erosi. Dengan cara membiarkan beberapa gulma tetap menjadi tanaman penutup tanah, dengan membiarkan akar-akar dari tanaman yang dipanen tetap berada di situ dan mengembalikan semua tangkai dan jerami di atas tanah, kami memberi asupan nutrisi dan menyediakan pengolahan dan umpan untuk serangga dan mikroorganisme yang kemudian akan membentuk kesuburan alami ke dalam tanah.

Petani lain yang berdekatan dengan kami tak kalah juga memulai bertani secara alami pada tahun 1985 dan bahkan mencapai hasil panen yang lebih menakjubkan dalam waktu yang lebih pendek. Lahan miliknya semula sudah sangat rusak karena erosi dan dipenuhi oleh gulma kans. Ia menjual sapi-sapi dan bajaknya dan langsung total berhenti mengolah tanah. Produksi bulir-bulirannya langsung anjlok, tapi lahannya mulai pulih. Itu dianggapnya sebagai suatu ongkos.

Hasil panen dari penataan pertanian yang baru ini tidaklah banyak; tetapi setelah tahun 1986 ia mampu memenuhi kebutuhan makan keluarga dari hasil lahannya. Itulah lonjakan perbaikan yang dialaminya karena sebelumnya ia telah banyak mengeluarkan uang setiap tahunnya.

Di samping memberikan manfaat ekologis, rishi kheti tampak sangat sesuai dengan situasi sosial di India dewasa ini. Kami masih memiliki jutaan petani kecil yang memiliki tanah kurang dari 10 akre. Karena tekanan bertubi-tubi dari pemerintah dan dunia industri, akhirnya mereka banyak menggunakan benih-benih terekayasa dan banyak sekali menggunakan pupuk dan racun-racun kimia.

Bahan-bahan kimia yang berbahaya itu dipergunakan tanpa pengetahuan dan kepedulian yang memadai. Penerapan berlebihan dari pupuk-pupuk kimia dan praktik monokultur tanaman pangan telah mengubah hampir 80 persen kondisi tanah di Punjab sehingga lahan jadi kekurangan unsur-unsur nutrisi mikro —yang dalam istilah yang lugas itu artinya tanah sudah sakit.

Lebih dari itu, para petani kecil itu telah mulai menyadari bahwa naiknya harga berbagai masukan itu secara tak seimbang telah membuat pertanian mereka secara ekonomi tak mungkin dijalankan lagi. Banyak di antara mereka pasti langsung bangkrut esok harinya jika subsidi-subsidi dari pemerintah ditarik. Keadaan pasti menjadi lebih buruk lagi karena sementara itu kondisi tanah terus kehilangan kegairahan alaminya.

Kami menyadari bahwa para petani sudah terbelenggu dalam suatu lingkaran setan dari pertanian buatan manusia, terjebak banyak hutang dan konsumerisme. Kepentingan-kepentingan dagang yang sangat kuat, termasuk dari pemerintah kami sendiri, telah mendorong munculnya semua kecenderungan ini. Mereka memiliki sumber-sumber daya yang sangat banyak yang berada dalam kekuasaan mereka. Banyak petani bingung dengan semua trend baru ini. Tak sedikit yang tak mampu berbuat apa-apa. Mereka ini sangat membutuhkan suatu alternatif.

Petani-petani kami tidak dapat membaca buku-buku, tetapi ada dua hal yang dapat mereka lakukan, yaitu menilai apakah kondisi suatu lahan itu bagus, dan apakah hasil panen mereka itu sehat atau tidak. Mereka juga bisa melakukan penghitungan ekonomi dasar. Kebanyakan dari mereka juga memiliki ikatan kejiwaan dengan tanah dari generasi ke generasi berikutnya. Jika seorang petani sudah menerapkan rishi kheti, maka alam akan menjadi guru mereka.

Penerapan rishi kheti akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang jauh bagi kalangan industri dan kalangan pemerintah yang tersentralisir. Dengan cara menolak membeli bahan-bahan kimia itu, para petani tidak hanya akan memulihkan kehidupan mereka sendiri dengan jalan berusaha, tetapi mereka juga akan menyumbangkan perubahan sosial secara umum.

Masih untungnya, masyarakat kami belumlah sepenuhnya kehilangan ketrampilan-ketrampilan yang sangat bernilai yaitu memproduksi kebutuhan-kebutuhan dasar hidup. Mereka juga tak kehilangan komunitas desa tradisional. Jadi mereka masih tetap memiliki kemungkinan untuk mempertahankan pengalaman yang telah dijalani berabad-abad, untuk membentuk komunitas-komunitas yang percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Di situ masyarakat tak hanya menghasilkan kebutuhan-kebutuhan dasar untuk diri mereka sendiri, tetapi mereka juga mungkin sekali menikmati dan memanfaatkan otonomi politik pada tingkatan yang luas.**

1 komentar:

Saung Tani mengatakan...

Masa depan pertanian seharusnya kembali dengan memanfaatkan penggunaan bahan organik atau hayati baik untuk pupuk maupun untuk pengendalian hama dan penyakit. Termasuk penggunaan benih hibrida dalam jangka panjang sangat merugikan petani dan merusak kedaulatan pangan kita.
Salam kenal dan sukses selalu.