Pengalaman ini nyata diderita oleh sebuah lembaga bermartabat pembela para petani. Waktu itu mereka hanya menyewa tanah yang bersangkutan. Dan metode alami sukses diterapkan. Lahan jadi subur. Tenaga kerja sangat minim.
Tapi si empunya tanah, setelah menyadari tanahnya jadi jauh lebih bagus daripada ketika disewa, dia tidak lagi memberi kesempatan para penyewa untuk melanjutkan ..
Tanah itu sudah pindah tangan lagi ..
Apakah ini tidak sia-sia?
4 komentar:
salam.
Mohon dipautkan blog saya.
http://akupetani.blogspot.com
malangnya nasib petani Indonesia...
bertani secara alami VS tanah sewa/sakap/gadai...haha..nice post.
nambahin saja :
memang kondisi di lapangan seperti itu, petani penggarap jauh lebih banyak daripada petani pemilik tanah. hal itu disebabkan oleh banyak sekali proyek jalan kuda besi maupun proyek Go Grey alias tanam paving.
apa daya seorang petani yang hanya berpenghasilan Rp 2500/hari ketika harus membayar biaya pendidikan anknya Rp 300.000/bln. al hasil tanah milik mertua atau orang tua pun ikut wassalam...
agar tidak sia-sia...yuk bikin gebrakan tani muda bangsa...hahaha...
semangaaaaaaaaat buat Sekolah Petani...
salam kenal dari petani pejuang.
masa depan pertanian adalah pertanian alami yang berkelanjutan dengan tanpa residu bahan kimia.
Posting Komentar