2006-03-20

PENDIDIKAN PETANI DARI BAWAH MUTLAK DIPERLUKAN

Siti, 14 th, murid SMP Assururon, Sarimukti, Garut, mantap angkat suara dan bertanya pada seorang anggota DPR dari Fraksi PKB yang jadi pembicara pada diskusi publik, Juli 2005, tentang Perpres 36/2005 di desa Cisewu, Garut.






KINI semakin sulit diharapkan munculnya generasi petani yang sungguh-sungguh tangguh, dapat dipercaya, bekerja dengan teliti dan penuh dedikasi. Sudah banyak organisasi tani jatuh bangun selama dua dekade terakhir di Indonesia. Satu-satu jalan yang kini harus ditempuh: petani harus memikirkan dirinya sendiri, mendidik dirinya sendiri, menumbuhkan generasi petani baru yang benar-benar siap menghadapi tantangan zaman yang semakin sengit dikerubung oleh musuh-musuh.

Sementara itu, ada keadaan bagaimana para petani sendiri tak sanggup menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke jenjang yang lebih tinggi ketimbang hanya sekolah dasar. Ada banyak peluang tapi toh tak mudah digapai. Misalnya sekarang untuk jadi lurah di desa pun cukup dituntut lulus sekolah menengah pertama. Mungkinkah kita menyiapkan para lurah yang memegang visi pembaruan pedesaan, melakukan perubahan sosial yang berpihak kepada para petani?

Dari mana kita mulai jika kita hendak mendidik para petani? Memang selayaknya mulai sejak kecil. Tidak hanya mulai sekolah dasar tapi kalau perlu taman kanak-kanak.

Di Garut, para petani mulai dari sekolah dasar. Begitu pula di Tasikmalaya. Tapi di Ciamis mereka mulai dari sekolah menengah pertama.

Hasilnya setelah tiga tahun ini? Lihatlah foto di atas. Anak-anak kini sudah berani berpidato secara terbuka.**

0 komentar: