Baru-baru ini beberapa orang petani dari Serikat Petani Pasundan (SPP) dari wilayah kabupaten Ciamis sudah mulai berinisiatif untuk lebih jauh melibatkan diri dan mendukung budidaya kapulaga. Malah menurut keterangan Kang Kunkun, salah seorang pemuka petani, SPP mendorong terbentuknya Asosiasi Petani Kapulaga Ciamis pada bulan Juni 2008. Anggotanya sudah mencapai 3.000 orang. Suatu langkah berarti, bukan? Entah apa pun nanti hasilnya, yang penting sekarang kita sudah mulai mencanangkan inisiatif.
Memang tampaknya tantangannya tak ringan juga. Pertama-tama adalah soal bibit. Masih belum banyak petani anggota SPP yang menanamnya. Sementara itu, siapa pun berniat membudidayakannya tentu akan harus mulai menanamnya. Nah, dari mana bibitnya. Akan harus ada "peng-awal", atau suatu "benih" yang menjadi pemulanya di masing-masing lahan petani, bukan? Harga per bibit tanaman sekarang sudah mencapai Rp1.500.
Lumayan mahal juga kan kalau diperhitungkan sebagai target jangka agak panjang (bukankah setiap orang wajib memiliki cita-cita?) setiap petani akan perlu mengelolanya sampai, misalnya, sebanyak umumnya luasan lahan yang mampu dikelola? Seluas 200 bata (atau 200 x 14 meter = 2800 meter persegi) adalah yang biasa diusahakan dan ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani.
Menurut pengalaman para petani, satu bibit selayaknya dipersiapkan untuk keluasan sampai satu meter persegi. Dalam waktu tak sangat lama, katanya sampai sekitar satu tahun saja, tanaman kapulaga sudah mulai memenuhi lahan di sekitarnya. Kapulaga akan menjadi rumpun, seperti tanaman empon-empon yang lain.
Menurut keterangan Kang Kunkun yang sekarang bertugas menjadi pengurus Unit Pengembangan Ekonomi SPP Ciamis, tapi juga di bagian Sektretariat SPP Ciamis, sekarang kiranya sudah dapat disiapkan 10 ton kapulaga kering setiap bulan. Tingkat kekeringan sampai 30 persen. Dalam waktu-waktu dekat yang akan datang ini, jika upaya pengadaan bibit menghasilkan manfaat, lahan kapulaga akan segera melebar secara bertahap. Artinya, kuantitas panen dapat meningkat.
Harga di Jakarta di tingkat mini supermarket di Ambassador, Casablanca sudah mencapai Rp5.400 per 60 gram dalam bentuk kapulaga kering, tak digiling (alias ~ Rp90.000/1kg). Malah di salah satu supermarket yang biasa didatangi para pendatang ekspat di kawasan Warung Buncit mencapai Rp5.100 per 30 gram (~ Rp170.000/1kg), juga dalam bentuk kering, tak digiling. Di situ juga ditawarkan dalam bentuk sudah digiling dalam kemasan 60 gram seharga Rp49.000.
Nah, siapa yang bersedia membantu memberikan afirmasi kepada para petani SPP? Berapa harga kapulaga kami, silakan negosiasi dan hubungi email blog ini: masadepanpetani@gmail.com. Atau hubungi Savitri W di nomor HP: 0816-168 9409; kantor: 021-8304153. Savitri sekarang bertugas di lembaga pendukung pengembangan pemasaran produk petani SPP, yaitu The Institute for Ecosoc Rights, Jakarta; alamat: Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17, Jakarta 12820.
Buah atau biji-biji kapulaga ini dijamin sudah disortir dengan tingkat kecacatan yang terkontrol. Dapat dipastikan kapulaga hasil bumi SPP ini sesungguhnya berkategori "alami" kalau tidak dapat dikatakan (disertifikasikan sebagai) "organik". Pada hematnya pupuk harganya mahal dan pasokan tak teratur, maka lebih baik membuat kompos sendiri dengan memanfaatkan pupuk kandang secara optimal. Kita pastikan setidaknya kapulaga ini akan menyumbangkan tambahan mutu kesehatan tubuh yang memakannya.**
0 komentar:
Posting Komentar