PLOWBOY: Dan apakah Anda terus bertani sejak saat itu?
FUKUOKA: Ya, nyaris terus-menerus. Selama Perang Dunia Kedua saya dikirim untuk bekerja di Pusat Percobaan Pertanian di Kochi, di mana saya terpaksa terperosok lagi ke dalam pelatihan-pelatihan ilmiah. Tetapi setelah perang berakhir, saya senang sekali bisa kembali ke gunung dan kembali hidup jadi petani.
PLOWBOY: Mulai berapa luas lahan yang Anda garap?
FUKUOKA : Setelah perang diselenggarakan pembaruan agraria secara masif di Jepang —yang disebut dengan Nochi-kaiho. Pemilik tanah seperti ayah saya harus melepaskan kepemilikan tanahnya. Ayah saya meninggal tak lama kemudian, dan saya diwarisi sepetak kecil sawah sekitar seperempat akre ukurannya (kira-kira 1.000 meter persegi).
Caption foto: Keseimbangan alami yang barangkali
dibayangkan oleh Fukuoka ..
Lokasi taman National Olympic Park ini disebutnya
dalam salah satu wawancara dengannya.
Bukankah kita juga punya banyak hutan hujan tropis?
Tapi siapa yang sungguh bisa dipercaya menjaganya?
Bisakah kita juga menanam padi di lingkungan semacam itu?
Bukankah konflik rakyat dan BKSDA sporadis terjadi di mana-mana?
dibayangkan oleh Fukuoka ..
Lokasi taman National Olympic Park ini disebutnya
dalam salah satu wawancara dengannya.
Bukankah kita juga punya banyak hutan hujan tropis?
Tapi siapa yang sungguh bisa dipercaya menjaganya?
Bisakah kita juga menanam padi di lingkungan semacam itu?
Bukankah konflik rakyat dan BKSDA sporadis terjadi di mana-mana?
PLOWBOY : Apakah Anda langsung mulai mempraktikkan pertanian alami?
FUKUOKA : Saya telah mulai melakukan eksperimen di beberapa kebun jeruk mandarin ayah saya bahkan sebelum perang. Saya yakin bahwa —supaya alam bekerja sesuai dengan keinginannya— pohon-pohon seharusnya tumbuh sepenuhnya tanpa campur tangan saya, maka saya tidak menyemprotkan apa-apa atau memangkasnya atau memberinya pupuk ... Saya tidak melakukan apa-apa. Dan, tentunya, sebagian besar dari kebun itu lalu rusak karena dimakan serangga atau kena penyakit.
Masalahnya, Anda tahu kan, adalah bahwa karena saya tidak mempraktikkan pertanian alami, tapi yang saya praktikkan barangkali adalah apa yang bisa disebut dengan “bertani secara malas”. Saya sama sekali tak terlibat. Saya biarkan seluruh pekerjaan kepada alam dan sekaligus berharap bahwa semuanya akan jadi baik pada akhirnya. Tetapi saya keliru. Pohon-pohon muda itu sebenarnya telah sebelumnya dijinakkan, ditanam, dipangkas dan diurus oleh manusia. Pohon-pohon itu telah menjadi budak-budak manusia, sehingga mereka tidak dapat survive ketika dukungan buatan tiba-tiba tidak lagi diberikan oleh petani.
PLOWBOY : Jadi jika hendak bertani secara alami, itu tak berarti bahwa petani tidak melakukan apa-apa? (do-nothing technique)
FUKUOKA : Tentu bukan, pertanian alami melibatkan suatu proses yang mengarahkan pikiran Anda mendekat dan segaris dengan haluan alamiah dari fungsi-fungsi lingkungan. Tetapi Anda harus hati-hati: Metode ini tidak berarti bahwa kita tiba-tiba membuang begitu saja pengetahuan ilmiah tentang hortikultur yang telah kita miliki. Tindakan itu adalah pembiaran tanpa tanggung jawab sama sekali, karena melalaikan siklus ketergantungan yang telah dipaksakan oleh manusia terhadap ekosistem yang telah berubah. Jika seorang petani membiarkan lahannya atau lahan yang telah ‘dijinakkan’-nya itu secara tidak bertanggung jawab dengan begitu saja menyerahkannya kepada alam, maka kekeliruan dan kehancuran tak akan dapat dihindarkan.
Cara yang benar dalam bertani secara alami menuntut seseorang untuk mengetahui apa itu yang disebut dengan ‘alam yang asali’ atau belum diubah atau disentuh manusia, sehingga dia dapat memahami dengan nalurinya apa yang perlu dilakukan —dan apa yang wajib dilakukan—, bagaimana caranya bekerja dalam keselarasan bersama dengan proses-prosesnya.
PLOWBOY : Sikap itu tentunya menyangkal pendasaran dari pertanian modern yang bekerja dengan cara “memanipulasi dan mengendalikan”. Bagaimana Anda dapat berubah dari praktik pertanian tradisional menuju suatu konsep pertanian yang sama sekali tak biasa?
FUKUOKA : Sewaktu masih muda, saya telah melihat semua petani di desa menanam padi dengan cara memindahkan benih dari tempat persemaian ke sawah yang telah digenangi air .. tetapi pada akhirnya saya menyadari bahwa itu bukanlah cara bagaimana padi itu tumbuh dari kodrat dirinya sendiri! Maka saya kesampingkan pengetahuan saya tentang metode pertanian tradisional dan langsung saja saya lihat siklus alamiah dari tumbuhan padi. Dalam kondisi liar, padi menua pada musim panas. Selama musim gugur daun-daunnya rontok, dan tumbuhan padi merunduk untuk menjatuhkan benih-benihnya ke bumi. Setelah salju meleleh selama musim semi, benih-benih itu mulai melembaga, dan siklusnya berputar lagi. Dengan kata lain, bijih padi jatuh di tanah yang tidak dibajak, melembaga, dan tumbuh dengan dayanya sendiri.
Sumber foto: grandcanyon.free.fr
BERSAMBUNG
Posting sebelumnya: Mengenang Masanobu Fukuoka (3)
0 komentar:
Posting Komentar