2009-02-01

Mengenang Masanobu Fukuoka

Kita kenang Masanobu Fukuoka, dari Jepang, sang pelopor pertanian paling sederhana, nyaris tanpa kerja. Itulah yang disebutnya “pertanian alami”. Wawancara dengannya dalam beberapa posting ke depan ini menyingkap sebagian dari apa makna “pertanian alami”. Orang hebat ini telah meninggal Agustus 2008, usia 95, tapi mohon beribu maaf, baru sekarang kami ada kesempatan mengunggah tulisan ini secara bertahap.

[Sumber foto: Treehugger]

Tahun 1988 ia mendapatkan dua anugerah sekaligus, Magsaysay dari Filipina dan Deshikottam dari India. Keduanya sangat bergengsi. Tahun 1997 Fukuoka-san, begitu panggilan kehormatannya sebagai orang Jepang, mendapat “Penghargaan Dewan Bumi” (Earth Council Award), kehormatan yang biasanya diberikan pada politisi, pebisnis, sarjana, pegiat NGO karena jasa-jasanya pada pembangunan berkelanjutan.

Wawancara ini diterbitkan oleh Mother Earth News, sebuah majalah web terkenal di bidang hidup berkelanjutan dan mandiri. Majalah ini memiliki rubrik wawancara yang bertajuk Plowboy Interview. Rubrik ini berisi wawancara dengan berbagai tokoh yang memperjuangkan kelestarian bumi.

Tahun 1979 Fukuoka-san berkeliling Amerika Serikat .. Sementara memberikan kuliah di sebuah universitas, dia berbicara selama beberapa jam dengan Larry Korn, seorang mahasiswa yang mempelajari metode pertanian alami. Waktu mereka saling berbicara 1982, orang tua asal Jepang ini sudah beruban, suaranya tertahan, mengenakan pakaian tradisional Jepang. Penampilannya tak memberi kesan sesepuh ini adalah seorang petani inovatif yang telah berhasil menjadi teladan asali. Siapa yang mengira bahwa ladang padinya ternyata di antara yang paling tinggi menghasilkan bulir-bulir bernas di Jepang. Padahal huma yang digarapnya itu lebih mirip hutan atau tanah belukar yang dipenuhi rumput-rumput liar, tanaman semanggi dan tanaman-tanaman penghasil bulir-buliran yang lain. Tapi inilah paradoks yang menyelimuti orang tua ini dan metodenya dalam bertani secara alami.

Di sebuah gunung yang menghadap ke Teluk Matsuyama di bagian selatan pulau Shikoku, Fukuoka-san sudah lama bercocok tanam padi, gandum, bulir-buliran lain di musim dingin, dan jeruk mandarin Jepang .. tapi dengan praktik bertani yang aneh. Banyak orang memandang caranya itu terbelakang atau bodoh! Tapi tanahnya secara konsisten ternyata menghasilkan hasil cocok tani yang sama atau bahkan lebih tinggi daripada petani-petani lain tetangganya yang menggunakan banyak tenaga kerja dan berbagai metode yang sangat bergantung pada bahan-bahan tambahan kimiawi. Sistem bertani yang dikembangkan Fukuoka tak hanya membuat orang jadi terheran-heran karena tingginya hasil panen, tapi juga karena fakta bahwa sudah selama puluhan tahun dia tak pernah membajaknya sama sekali. Dia juga tak menggunakan pupuk yang dipersiapkan terlebih dahulu untuk lahannya. Bahkan kompos juga sesungguhnya tidak. Dia juga tak mencabuti rumput-rumput liar di ladangnya atau menggenangi padinya dengan air sebegitu banyak seperti para tetangganya.

Melalui percobaan yang panjang petani Jepang ini sekarang telah berhasil mengetengahkan suatu metode pertanian yang memantulkan kedekatan yang dirasakannya dengan alam. Ia sekarang yakin bahwa dengan memperluas pemahaman melampaui batas-batas tradisional dari pengetahuan ilmiah tapi juga dengan mempercayakan diri pada kebijakan terhadap proses kehidupan, kita dapat memperoleh apa yang kita perlukan tentang bagaimana cara yang tepat ketika menanam tanaman-tanaman pangan. Dia mengatakan bahwa seorang petani selayaknya lebih baik bersikap cermat mempelajari dan memahami siklus alam lalu bekerja sesuai dengan pola-pola alam itu, daripada mencoba menundukkan dan menjinakkan alam.

Bertahun-tahun tak ada orang yang peduli pada gagasan Fukuoka yang unik itu. Hanya sedikit orang saja di Jepang mengenal metodenya. Tahun 1975 ia menulis buku berjudul “Revolusi Sebatang Jerami”, yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa. Baru diterbitkan dalam bahasa Indonesia tahun 1991 oleh Yayasan Obor. Sejak bukunya terbit kemudian dia banyak diminati oleh berbagai kelompok yang bersemangat mempelajari sikap “baru”-nya yang aneh dalam cara bercocok tanam. 


0 komentar: